SINGAPURA BUKAN TETANGGA RI
YANG BAIK
Singapura adalah sebuah negara mini yang luasnya tidak
lebih dari dua kali luas kabupaten Kerawang, dengan luas wilayah hanya 760
kilometer persegi, terdiri dari 64
pulau-pulau kecil di ujung semenanjung Malaka , dengan jumlah populasi 4.425.720 jiwa ( tahun 2005 ), dan berjarak
hanya 30 mil laut dari Batam, merdeka dari Inggris tanggal 9 Agustus 1965.
Hubungan antara RI dengan Singapura,
menunjukkan bahwa Singapura bukanlah sebuah tetangga yang baik. Pada awal
berdirinya rezim Orde Baru di Indonesia di bawah Presiden Soeharto hubungan
kedua negara tidak begitu baik, sebagai imbas dari suasana konfrontatif yang
diwariskan oleh Presiden Soekarno. Dua
anggota KKO : Harun dan Usman yang masih ditahan Singapura, ketika
diminta oleh Presiden Soeharto dengan baik-baik, Lee Kuan Yew sebagai perdana
Mentri Singapura waktu itu tidak menggubrisnya sama sekali, malah pada tahun
1968 kedua prajurit itu dihukum gantung. Tangan Singapura juga diduga kuat turut
bermain mengakhiri masa kekuasaan Soeharto. Ketika arah politik Soeharto pada
paruh terakhir dari masa kekuasaannya dinilai tidak lagi aspiratif terhadap kaum
minoritas dan imperialis Barat, Soeharto
menerapkan kebijakan politik proporsional, yakni lebih mendekatkan diri kepada
mayoritas penduduk yang muslim yang sebelumnya sangat di anak tirikan, mereka
kemudian melakukan konspirasi untuk menjatuhkan Soeharto secepatnya. Ekonomi
Indonesia yang memang sudah lama dibusukkan mereka, kemudian dipukul dengan
hantaman yang mematikan lewat pialang
dan milyader Yahudi AS -George Soros- dengan meludeskan semua persediaan mata
uang dolar AS di seluruh pasar mata uang Asia,
dolar menjadi langka dan nilai tukar melambung tinggi. Ekonomi Indonesia
kollaps, dan Soeharto jatuh. Menjelang
krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, Inteligen Indonesia juga menditeksi
terjadinya capital-flight dalam
jumlah yang sangat besar, lebih dari 160 miliar dolar AS uang milik rakyat Indonesia dibawa kabur
sejumlah konglomerat Chinese overseas ke Singapura. Ketika Habibie naik jadi presiden menggantikan
Soeharto, Lee Kuan Yew bersuara lantang, bahwa Habibie tidak diterima publik
dan pasar. Nilai tukar dolar AS akan menembus angka Rp 50,000,- Ternyata statemen Lee itu tidak terbukti, dolar yang bernilai Rp 17.000,- lebih, dalam
waktu singkat bisa ditekan Habibie
menjadi Rp 6.000,- Irosnisnya
ketika Habibie digantikan Gus
Dur yang secara tidak resmi mengangkat
Lee Kuan Yew dan tokoh Yahudi AS Henry
Kissinger menjadi penasihat kepresidenannya, nilai tukar rupiah anjlok kembali,
bahkan menembus angka psikologis menjadi
Rp 10.000,- per dolarnya.
Pertambahan jumlah penduduk
dan meningkatnya kebutuhan akan sarana publik, telah mendorong Singapura untuk
mereklamasi pantai Pulau Ubin, Pulau
Tekong, Pulau Jurong, dsb. Sebagai konsumen pasir laut Indonesia yang selama 20 tahun
lebih banyak dipakai untuk keperluan kontruksi, belakangan diproyeksikan juga untuk
memperluas wilayah negaranya melalui program reklamasi pantai. Hasilnya,
wilayah Singapura yang tahun 1991 hanya 633 kilometer persegi, pada tahun 2001
sudah menjadi 760 kilometer persegi, atau bertambah luas lebih kurang 20 persen dalam kurun waktu 10
tahun. Ironisnya rekalamasi pantai Singapura itu banyak dilakukan melalui
kegiatan ekspor pasir illegal. Dengan menyelundupkan pasir laut dari kepulauan
Riau. Diperkirakan kerugian Negara akibat penyelundupan pasir laut tersebut
mencapai 8 miliar dolar AS pertahun. Selain itu penyelundupan aneka komoditas Indonesia
ke Singapura seperti : karet, kayu, kopra, BBM, hasil laut, dsb. sudah
berlangsung puluhan tahun.
Singapura juga dikenal
sebagai safe heaven atau "surga" bagi para koruptor
kelas kakap, dan konglomerat hitam Indonesia
yang buron dengan harta jarahannya. Seperti pernah ditulis tabloid Kontan (
22/4-03 ) , Singapura secara terang-terangan menawarkan kemudahan bagi para
pelaku bisnis untuk mendapatkan status permanent residence. Syaratnya,
para pelaku bisnis tsb membayar 1,5 juta dolar Singapura ( sekitar 8 miliar rupiah
) dalam Deposit Scheme Foreign
Enterpreneur atau menanam uangnya pada
bisnis yang disetujui Economic Development Board. Singapura juga memberi
jaminan keamanan keuangan mereka. Tidak
adanya perjanjian ektradisi antara RI dengan Singapura menjadikan para koruptor dan konglomerat
hitam Indonesia
bisa hidup tenang dan bebas menimbun harta jarahannya di negri mini ini. Distrik 10 yang meliputi kawasan Orchad Road,
Holland Road, dan Bukit Timah Area, Serta Distrik 15 yang berada di Timur yang dikenal dengan
sebutan East Coast Area yang meliputi daerah Katong dan Meyer Road adalah
ditrik-distrik terpopuler di Singapura sebagai kawasan kaum berduit asal
Indonesia.
Sudah hampir 30 tahun Indonesia
menyodorkan konsep perjanjian ekstradisi kepada Singapura, tapi Singapura selalu menampik permintaan Indonesia
tersebut. Alasan yang selalu dikemukakan Singapura adalah perbedaan sistem
hukum yang dianut. Singapura menganut sistem Anglo Saxon, sedang Indonesia
menganut sistem kontinental. Sebuah alasan yang terlalu diada-adakan, karena
perjanjian seperti itu sudah dibuat Indonesia dengan Australia
dan Hong Kong yang sama-sama menganut sistem
Anglo Saxon. Pemerintah Hindia Belanda juga pernah melakukan perjanjian
ekstradisi dengan Inggris yang menganut sistem Anglo saxon pada 8 Mei 1883
silam.
Indonesia
memang patut geregetan dan kesal dengan Singapura , pasalnya dari hasil survey
Meryll Lynch & Capgemini menyebutkan bahwa tiga orang terkaya di Singapura,
berasal dari Indonesia.
Uang yang dibawa lari ke Singapura mencapai Rp 783 triliun. Padahal APBN Indonesia setahun hanya Rp 763 triliun.
Meski Indonesia sudah
memiliki UU tentang ekstradisi , yaitu UU Nomer1 tahun l979, tapi UU tersebut
baru bisa efektif jika ada perjanjian ekstradisi dengan Negara mitra. Meski sebenarnya, walau perjanjian ekstradisi
dengan Singapura belum ada, Pemerintah
RI bisa meminta Singapura untuk
mengekstradisi seseorang yang berada di Singapura dengan menggunakan mutual
legal assistant ( bantuan hukum timbal balik ). Hanya saja dalam beberapa
kasus, terminologi tersebut belum diakui oleh sejumlah negara, termasuk
Singapura.
Upaya yang dilakukan
pemerintah RI untuk membuat perjanjian ekstradisi dengan Singapura akhirnya
menuai hasil dengan ditanda tanganinya perjanjian tersebut oleh Menlu RI Nur Hasan Wirayuda dengan Menlu
Singapura George Yeo, yang disaksikan
oleh Presiden SBY dan Perdana Mentri Singapura Lee Hsien Loong pada hari Jum'at
27 April 2007 di Istana Tampaksiring
Bali. Selain masalah ektradisi juga
ditanda tangani perjanjian kerja sama pertahanan (DCA) dan Daerah Pelatihan Militer (MTA) oleh Mentri Pertahanan kedua negara.
Dalam UU ekstradisi 1979
disebutkan ada 32 jenis kejahatan yang bisa menjadi objek ekstradisi, akan
tetapi di daftar itu belum mencakup
jenis-jenis kejahatan mutakhir, seperti masalah pencucian uang (money
laundering), penghancuran dokumen melalui internet, imigran gelap dsb.
Singapura punya list of crime yang lebih lengkap. Tanpa harus menunggu
penyempurnaan UU ekstradisi 1979, ekstradisi tetap bisa dilakukan, karena
pemerintah RI sudah menanda tangani berbagai perjanjian internesional yang bisa
dipakai menjerat para buron di Singapura.
No free Lunch, Di
dunia ini tidak ada yang datang Cuma-Cuma atau gratis. Indonesia harus membayar perjanjian itu dengan
menandatangani Defense Cooperation Agreement (DCA), dimana Singapura
diperbolehkan menggunakan wilayah Indonesia untuk latihan militer dan
membawa serta negara pihak ketiga. Perjanjian ini berlaku untuk kurun waktu 25
tahun. Bagi Singapura perjanjian ini
sangat menguntungkan, karena bisa memangkas biaya perawatan, sewa dan latihan
bagi prajurit dan alat-alat tempur mereka yang selama ini diparkir di Australia
dan AS. Perlengkapan perang mereka bisa
disimpan ditempat yang tidak terlalu jauh dari wilayah teritorial mereka. Bagi
militer Indonesia DCA secara pragmatis menguntungkan, namun bagi
kepentingan jangka panjang jelas lebih banyak madaratnya. Problem lainnya,
keinginan rakyat Indonesia untuk menarik asset yang diparkir di negri Singa itu
ternyata tidaklah semudah membalikan telapak tangan, jangan-jangan ketika
perjanjian ekstradisi itu ditanda tangani, para koruptor kakap itu sudah kabur
mencari "surga" lain bagi pengamanan harta jarahan mereka.
Sempat beredar kabar, bahwa
perjanjian itu juga disetujui Singapura dalam upaya memenuhi pesanan AS untuk
mengektradisi tokoh-tokoh seperti Ust. Abu Bakar Baasyir yang dituduh terlibat aksi teroris.
Jika itu benar, semakin ketahuan saja belangnya negri Singa itu.
0 comments:
Post a Comment