skip to main |
skip to sidebar
Home
»
motivasi
»
Mengkoneksikan Neuron-neuron untuk Memperbaiki Otak
Posted by Septian Nugroho
Wednesday, October 16, 2013
0 comments
Masing-masing dari 100 miliar neuron di otak membentuk ribuan koneksi
dengan neuron lainnya. Koneksi-koneksi ini, yang dikenal sebagai
sinapsis, memungkinkan sel untuk secara cepat berbagi informasi,
mengkoordinasi aktivitas mereka, hingga mencapai pembelajaran dan
memori. Kerusakan pada koneksi-koneksi ini terkait dengan gangguan
neurologis termasuk autisme dan penyakit Alzheimer, serta penurunan
memori selama proses penuaan normal.
Banyak ilmuwan yang meyakini
bahwa dengan memperkuat koneksi sinaptik dapat menawarkan cara untuk
memulihkan berbagai penyakit, serta yang berkaitan dengan usia penurunan
fungsi otak. Untuk itu, tim peneliti MIT telah mengembangkan cara baru
untuk menumbuhkan sinapsis di antara sel-sel dalam sebuah cawan
laboratorium, dalam kondisi yang sangat terkendali, yang memungkinkan
skrening skala besar yang cepat untuk memperoleh obat baru yang
potensial.
Dengan menggunakan teknologi terbaru, para peneliti
telah mengidentifikasi beberapa senyawa yang dapat memperkuat sinapsis.
Obat ini dapat membantu mengkompensasi penurunan kognitif pada
Alzheimer, kata Mehmet Fatih Yanik, Professor Teknik Elektro di MIT dan
pemimpin tim peneliti. Yanik bersama rekan-rekannya mendeskripsikan
teknologi ini dalam jurnal Nature Communications, edisi 25 Oktober.
Pada sebuah sinaps, neuron mengirimkan sinyal ke satu atau lebih sel dengan melepaskan zat kimia
yang disebut neurotransmiter, yang mempengaruhi aktivitas sel penerima.
Para ilmuwan mampu menginduksi pertumbuhan neuron dalam cawan
laboratorium untuk membentuk sinapsis, namun ini biasanya menghasilkan
sebuah tumpukan koneksi yang sulit untuk dipelajari.
Dalam
pengaturan baru yang dibuat oleh Yanik dan rekan-rekannya, neuron
presinaptik (neuron yang mengirimkan pesan melintasi sinaps) bertumbuh
dalam kompartemen-kompartemen individu pada cawan laboratorium.
Kompartemen ini hanya memiliki satu bukaan, menuju saluran kecil yang
mengarah ke kompartemen lainnya. Neuron presinaptik mengirimkan akson
panjangnya melalui saluran ke dalam kompartemen lain, di mana ia dapat
membentuk hubungan sinaptik dengan sel yang diatur di dalam sebuah
kotak. “Dengan begitu kami dapat menginduksi sinapsis pada posisi yang
terindentifikasi dengan sangat baik,” kata Yanik.
Dengan
menggunakan teknik ini, para peneliti dapat menciptakan ratusan ribu
sinapsis pada satu cawan laboratorium, kemudian menggunakannya untuk
menguji efek dari senyawa obat yang potensial. Teknik ini mampu
mendeteksi perubahan dalam kekuatan sinaptik dengan sensitivitas 10 kali
lebih kuat dari metode yang sudah ada.
Dalam studi ini, para
peneliti menciptakan dan menguji varian jenis molekul yang dikenal
sebagai inhibitor HDAC. HDAC adalah enzim-enzim yang mengontrol seberapa
kuat DNA terluka di dalam inti sel untuk menentukan gen-gen yang dapat
disalin dan diekspresikan. Inhibitor HDAC, yang melonggarkan gulungan
DNA dan mengungkapkan gen yang telah dimatikan, kini sedang diupayakan
sebagai perawatan potensial untuk Alzheimer dan penyakit
degeneratif-saraf lainnya.
Tujuan para peneliti adalah menemukan
inhibitor HDAC yang secara khusus mengaktifkan gen yang meningkatkan
koneksi sinaptik. Untuk menentukan mana yang memiliki efek yang terkuat,
mereka mengukur jumlah protein yang disebut sinapsin, yang ditemukan di
dalam neuron presinaptik. Protein-protein tersebut menghasilkan
beberapa inhibitor HDAC yang memperkuat sinapsis, dengan yang terbaik
meningkatkan kekuatan sinaps hingga 300 persen.
Beberapa inhibitor
HDAC memiliki pengaruh yang kecil pada penguatan sinaptik, menunjukkan
pentingnya dalam menemukan inhibitor HDAC tertentu untuk gen-gen
sinaptik.
Teknologi baru ini menawarkan perbaikan yang
signifikan melampaui metode-metode yang ada untuk pertumbuhan sinapsis
dan mempelajari pembentukannya, kata Matius Dalva, profesor ilmu saraf
di Thomas Jefferson University, yang bukan bagian dari tim peneliti.
“Saat ini kita sangat sedikit sekali mengetahui tentang pembentukan
sinaps, jadi ini bisa membuka pintu baru,” katanya.
Dalam studi
mendatang, sistem ini juga bisa digunakan untuk menguji hubungan di
antara jenis-jenis neuron tertentu yang diperoleh dari berbagai area di
otak, yang dianggap sebagai gangguan pada penderita autis. Yanik
berencana membuat teknologi ini untuk bisa tersedia bagi
kelompok-kelompok penelitian lain yang tertarik melakukan studi
tersebut.
0 comments:
Post a Comment